DALIH PEMBUNUHAN MASSAL GERAKAN 30 SEPTEMBER DAN KUDETA SOEHARTO [BUKU]


Kebenaran tentang perebutan kekuasaan tidak boleh dibikin jelas; pada mulanya ia terjadi tanpa alasan tapi kemudian menjadi masuk akal. Kita harus memastikan bahwa kebenaran itu dianggap sah dan abadi; adapun asal-muasalnya sendiri harus disembunyikan, jika kita tidak ingin kebenaran itu cepat berakhir. Blaise Pascal, Pensées (1670).

Bagi sejarawan yang ingin memahami perjalanan sejarah Indonesia modern, hal yang terkadang menimbulkan rasa frustrasi ialah justru karena kejadian yang paling misterius ternyata merupakan salah satu babak kejadian yang terpenting. Pada dini hari 1 Oktober 1965, Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad) Letnan Jenderal Ahmad Yani dan lima orang staf umumnya diculik dari rumah-rumah mereka di Jakarta, dan dibawa dengan truk ke sebidang areal perkebunan di selatan kota. Para penculik membunuh Yani dan dua jenderal lainnya pada saat penangkapan berlangsung. Tiba di areal perkebunan beberapa saat kemudian pada pagi hari itu, mereka membunuh tiga jenderal lainnya dan melempar enam jasad mereka ke sebuah sumur mati. Seorang letnan, yang salah tangkap dari rumah jenderal ketujuh yang lolos dari penculikan, menemui nasib dilempar ke dasar sumur yang sama. Pagi hari itu juga orang-orang di balik peristiwa pembunuhan ini pun menduduki stasiun pusat Radio Republik Indonesia (RRI), dan melalui udara menyatakan diri sebagai anggota pasukan yang setia kepada Presiden Sukarno.

Adapun tujuan aksi yang mereka umumkan ialah untuk melindungi Presiden dari komplotan jenderal kanan yang akan melancarkan kudeta. Mereka menyebut nama pemimpin mereka, Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Cakrabirawa, yang bertanggung jawab mengawal Presiden, dan menamai gerakan mereka Gerakan 30 September (selanjutnya disebut sebagai G-30-S). Dalam sebuah unjuk kekuatan, ratusan prajurit pendukung G-30-S menduduki Lapangan Merdeka (sekarang Lapangan Monas) di pusat kota. Lalu pada sore dan petang hari 1 Oktober, seperti menanggapi isyarat dari Jakarta, beberapa pasukan di Jawa Tengah menculik lima perwira pimpinan mereka. Kesulitan memahami G-30-S antara lain karena gerakan tersebut sudah kalah sebelum kebanyakan orang Indonesia mengetahui keberadaannya. Gerakan 30 September tumbang secepat kemunculannya. Dengan tidak adanya Yani, Mayor Jenderal Suharto mengambil alih komando Angkatan Darat pada pagi hari 1 Oktober, dan pada petang hari ia melancarkan serangan balik. Pasukan G-30-S meninggalkan stasiun RRI dan Lapangan Merdeka yang sempat mereka duduki selama dua belas jam saja. Semua pasukan pemberontak akhirnya ditangkap atau melarikan diri dari Jakarta pada pagi hari 2 Oktober. 

Di Jawa Tengah, G-30-S hanya bertahan sampai 3 Oktober. Gerakan 30 September lenyap sebelum anggota-anggotanya sempat menjelaskan tujuan mereka kepada publik. Pimpinan G-30-S bahkan belum sempat mengadakan konferensi pers dan tampil memperlihatkan diri di depan kamera para fotografer. Kendati bernapas pendek, G-30-S mempunyai dampak sejarah yang penting. Ia menandai awal berakhirnya masa kepresidenan Sukarno, sekaligus bermulanya masa kekuasaan Suharto. Sampai saat itu Sukarno merupakan satu-satunya pemimpin nasional yang paling terkemuka selama dua dasawarsa lebih, yaitu dari sejak ia bersama pemimpin nasional lain, Mohammad Hatta, pada 1945 mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Ia satu-satunya presiden negara-bangsa baru itu. Dengan karisma, kefasihan lidah, dan patriotismenya yang menggelora, ia tetap sangat populer di tengah-tengah semua kekacauan politik dan salah urus perekonomian pascakemerdekaan. Sampai 1965 kedudukannya sebagai presiden tidak tergoyahkan. Sebagai bukti popularitasnya, baik G-30-S maupun Mayor Jenderal Suharto berdalih bahwa segala tindakan yang mereka lakukan merupakan langkah untuk membela Sukarno. Tidakada pihak mana pun yang berani memperlihatkan pembangkangannya terhadap Sukarno.

Suharto menggunakan G-30-S sebagai dalih untuk merongrong legitimasi Sukarno, sambil melambungkan dirinya ke kursi kepresidenan. Pengambilalihan kekuasaan negara oleh Suharto secara bertahap, yang dapat disebut sebagai kudeta merangkak, dilakukannya di bawah selubung usaha untuk mencegah kudeta. Kedua belah pihak tidak berani menunjukkan ketidaksetiaan terhadap presiden. Jika bagi Presiden Sukarno aksi G-30-S itu sendiri disebutnya sebagai “riak kecil di tengah samudra besar Revolusi [nasional Indonesia],” sebuah peristiwa kecil yang dapat diselesaikan dengan tenang tanpa menimbulkan guncangan besar terhadap struktur kekuasaan, bagi Suharto peristiwa itu merupakan tsunami pengkhianatan dan kejahatan, yang menyingkapkan adanya kesalahan yang sangat besar pada pemerintahan Sukarno. Suharto menuduh Partai Komunis Indonesia (PKI) mendalangi G-30-S, dan selanjutnya menyusun rencana pembasmian terhadap orang-orang yang terkait dengan partai itu. Tentara Suharto menangkapi satu setengah juta orang lebih. Semuanya dituduh terlibat dalam G-30-S.

Dalam salah satu pertumpahan darah terburuk di abad keduapuluh, ratusan ribu orang dibantai Angkatan Darat dan milisi yang berafi liasi dengannya, terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali, dari akhir 1965 sampai pertengahan 1966. Dalam suasana darurat nasional tahap demi tahap Suharto merebut kekuasaan Sukarno dan menempatkan dirinya sebagai presiden de facto (dengan wewenang memecat dan mengangkat para menteri) sampai Maret 1966. Gerakan 30 September, sebagai titik berangkat rangkaian kejadian berkait kelindan yang bermuara pada pembunuhan massal dan tiga puluh dua tahun kediktatoran, merupakan salah satu di antara kejadian-kejadian penting dalam sejarah Indonesia, setara dengan pergantian kekuasaan negara yang terjadi sebelum dan sesudahnya: proklamasi kemerdekaan Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945, dan lengsernya Suharto pada 21 Mei 1998.

Bagi kalangan sejarawan, G-30-S tetap merupakan misteri. Versi resmi rezim Suharto - bahwa G-30-S adalah percobaan kudeta PKI - tidak cukup meyakinkan. Sukar dipercaya bahwa partai politik yang beranggotakan orang sipil semata-mata dapat memimpin sebuah operasi militer. Bagaimana mungkin orang sipil dapat memerintah personil.....[Untuk lebih lengkapnya, silahkan Download disini]